Desa Tenganan di Karangasem memiliki keunikan budaya yang dipercaya memiliki nilai sejarah dan filsafat yang tinggi. Hingga saat ini masyarakat di Desa Tenganan masih membudayakan menulis di atas daun lontar. Pembuatan kain gringsing juga masih dilakukan secara tradisional yang sering dipakai dala acara adat.

Foto : Yuki Anggia

Penulis : http://pesona.travel

Petang merayap dan sinar matahari berkilauan di antara Pohon Jepun ketika saya tiba di Desa Tenganan Pegringsingan di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Beberapa warga desa duduk di depan meja kayu, tekun mengukir daun tal yang berbentuk lampiran dengan sembilu bermata tiga yang disebut pangrupak.

Daun tal atau daun lontar sudah digunakan sejak zaman dahulu sebagai media tulis. Daun ini dipercaya dapat bertahan ratusan tahun, memiliki nilai sejarah dan filsafat yang tinggi.  Huruf demi huruf yang terukir pada Lontar dipercaya sebagai sumber ilmu pengetahuan. Perwujudan Sang Hyang Aji Saraswati. Naskah lontar hingga kini dijaga di pura-pura dan berbagai tempat di Bali.

Kemudian, setiap enam bulan, pada hari Sabtu Kliwon Wuku Watugunung dalam kalender Bali, diadakan piodalan Saraswati untuk lontar dengan menghaturkan aneka banten. Pada hari Minggu Umanis Watugunung, masyarakat membawa toya kumkuman (air suci) menuju sumber mata air atau pantai untuk melaksanakan upacara Banyu Pinaruh atau menyambut turunnya ilmu pengetahuan. Itulah ritual penghormatan yang masih dilakukan masyarakat Bali.

Selain lontar, warisan budaya yang hanya terdapat di Desa Tenganan adalah Tenun Ikat Ganda atau lebih populer disebut Kain Gringsing. Gringsing berasal dari kata gring yang berarti “sakit” dan sing yang berarti “tidak”. Asal usulnya, tenun ini dibuat untuk menolak bala dan dipakai pada upacara keagamaan, potong gigi, pernikahan, dan lain-lain. Sama seperti Lontar, Kain Gringsing amat sakral bagi masyarakat Tenganan. Apabila motif kain ikat di Lombok diciptakan dengan menenun benang warna-warni mengikuti pola tertentu, proses sebaliknya terjadi pada Tenun Ikat Ganda. Motif Kain Gringsing lebih dulu dibuat dengan teknik mengikat benang pakan (benang horizontal) dan benang lungsin (benang vertikal) polos dengan tali rafia kemudian dicelup dalam pewarna alami. Bagian benang yang diikat akan tetap polos saat proses tersebut.

Karena prosesnya yang rumit, pembuatan Kain Gringsing memakan waktu lama, bulanan hingga tahunan. Karena itu pula, kebanyakan masyarakat menenun syal karena hanya makan waktu tiga bulan dan bisa langsung dijual. Melihat tradisi Lontar dan Kain Gringsing, tak diragukan lagi kalau Desa Tenganan merupakan destinasi budaya yang wajib dikunjungi di Bali Timur.

Temukan dalam Peta

Dapatkan arah petunjuk untuk menemukan lokasi wisata dalam peta