I Gusti Nengah Putu Terangga

Seni Karawitan (Gambang)

PRAKERTYA RACANA TAHUN 2017

Profile Seniman

Kesenian yang sangat langka dan jarang digeluti oleh kalangan remaja yaitu Seni Gambang, berbeda dengan Remaja lainnya tersebut  I Gusti Nengah Putu  Terangga, yang lahir pada tanggal 16 Juni 1949 di Lingkungan Padangkerta Kelod, Kelurahan Padangkerta, Kecamatan Karangasem, yang hanya menamatkan pendidikan formal pada Sekolah Dasar, pada tahun 1965 diusianya yang 16 tahun mulai belajar  mempelajari nada – nada Gambang, berawal dari mulai melihat orang orang menabuh gambang dengan memperhatikan ketukan dan ritmenya serta menghafalkan tempat nada nada pada setiap bilang gambang yang terbuat dari bambu petung, kemudian mempelajari keseimbangan tangan dalam memainkan pemukul gambang karena alat pemukul ( panggul ) gambang terdiri dari empat, sehingga untuk memadukan empat nada dengan pukulan yang berbeda dan teratus dapat menimbulkan tabuh gambang yang apik dan berirama, selanjutnya untuk lebih mematangkan pukulan dan alunan tabuhnya serta untuk lebih memper dalam teori menabuh gambang barulah mohon bimbingan  dari orang tuanya, tabuh tabuh gambang dipelajarinya dalam lontar yang bernama “ Kawitan “ dalam lontar Kawitan tersebut tertulis pupuh tabuh gambang yang selanjutnya untuk dihafal dulu, kemudian setelah hafal barulah mulai belajar memukul dengan bilah bilah gambang, dalam proses belajar menghafalkan tabuh-tabuh gambang I Gusti Nengah Putu harus secara rutin sampai – sampai dalam kegiatan menyabit  rumputpun sambil komat kamit menghafal pupuh tabuh, adapun nama-nama tabuh gambang cukup banyak diantaranya adalah: Tabuh Panji Marga,  Manukaba, Rare Wangi,  Wargasari, Cupak, Memedi, dan lain lain. Dengan  kegigihan dan kesungguhananya berlatih menabuh gambang akhirnya tabuh tabuh gambang dapat terkuasainya dan akhirnya bergabunglah dengan sekaa gambang seniornya yang telah ada yang kebetulan sekaa Gambang tersebut hanya terdiri dari keluarganya saja sejak Kumpinya masih ada. Setelah bergabungnya dalam sekaa maka kegiatan untuk melayani masyarakat menabuh gambang dalam upacara Dewa Yadnya dan Atma Wedhana / Pangerorasan menjadi sangat rutin dengan penuh pengabdian serta suka duka yang dialaminya dalam memenuhi permintaan umat di seluruh pelosok baik di lingkungan perkotaan sampai ke lereng lereng gunungpun harus didatangi, sehingga saat ini sangat kenyang dengan pengalaman.

Menurutnya seperangkat Gambang dan sekaanya adalah miliknya  yang gamelan Gangsanya yang terbuat dari Perunggu 1 bilah merupakan Gangsa Piturun sejak jaman dulu (tiba-tiba ada) namun karena gamelan gambang itu memerlukan perawatan dengan pembiayaan dan dari pihak keluarga tidak mampu untuk merawatnya maka agar gambang tersebut tetap lestari dan terpelihara  akhirnya gambang tersebut diambil alih perawatan serta pemeliharaannya oleh Desa. Dalam meniti hidupnya  I Gusti Nengah Putu Terangga didampingi oleh seorang istri yang bernama Ni Gusti Nengah Sari.