I Ketut Diksa

Penabuh Gender

PRAKERTYA RACANA TAHUN 2017

Profile Seniman

Membicarakan tentang Gender di Kabupaten Karangasem maka tidak terlepas dari salah satu  Desa yang memiliki beberapa sekaa Gender dengan tabuh – tabuh asli Karangasem yang klasik dan tanpa kreasi dan  inovasi ialah Desa Abang, Kecamatan Abang yaitu di Banjar Abang Kelod, yang banyak memiliki seniman penabuh Gender yang kini  juga sudah diwarisi oleh Generasi Mudanya, yang dibimbing dan dibina oleh salah satu Seniman Penabuh Gender ialah : <strong>I Ketut Diksa</strong>, yang terlahir pada tanggal 1 Januari tahun 1943 yang kini tepat berusia 74 tahun,  yang ketika masa belajarnya hanya sempat mengenyam pendidikan formal sampai di Sekolah Rakyat ( SR ) SD sekarang itupun tidak sampai pada ketuntassan belajar. Selama Hidupnya didampingi oleh seorang istri yang bernama Ni Wayan Songkrong. Disamping sebagai seniman penabuh gender beliau juga seorang Undagi yang menguasai Asta Kosala Kosali, sehingga tidak salah kalau beliau juga sering mengambil pekerjaan sebagai Undagi untuk membuat bangunan Rumah style Bali, maupun membuat bangunan Parhyangan / Pelinggih di pura.

Terkait dengan seni yang digelutinya yaitu seni Menabuh Gender dalam pengakuannya mulai belajar menabuh gender petegak dan iringan Wayang Kulit sejak usia 15 Tahun yang dibimbing langsung oleh Kakeknya yang bernama I Made Wed ( almarhum), baginya belajar menabuh gender yang dianggap paling sulit awalnya adalah membagi keseimbangan fikiran pada kedua tangannya, karena masing – masing tangan kanan dan kirinya mempunyai cara memukul yang berbeda, disamping juga harus nekep agar suara gender menjadi jelas nadanya tidak mengaung ( <em>umung, ba</em>li). Waktu / kesempatan  untuk belajar memang dimiliki sangat leluasa karena gamelan Gender ada dirumahnya serta milik orang tuanya, sehingga penyaluran bakat yang diterima dan diwarisi dari keturunan para tetuanya menjadi sangat cepat tercapai terbukti dengan waktu singkat telah mampu memainkan tabuh gender diantaranya adalah : Cangak Merengang, Lalasan Megat Yeh, Gelagah Puwun, Cerukcuk Punyah, Sekar Sungsang, Sekar Ginotan, Nyingnying ngamah Sambel, Srikandi, Bima Krodha, Mesem, Rundah, Rebong, Pangkatan, Grebeg dan lai lainnya, sehingga dengan telah terkuasainya beberapa tabuh – tabuh Gender untuk iringan pementasan Wayang Kulit maka  I Ketut Diksa bersama Sekaa Gendernya sering diminta untuk magender mengiringi Dalang Ida Nyoman Jelantik Adeg, dari Buda Keling sekitar tahun 1970 an, termasuk dalang – dalang lainnya.

Sejak terkuasainya tabuh- tabuh gender kemudian beliau membentuk sekaa dengan keluarga terdekatnya  dengan tujuan untuk bisa membantu masyarakat yang mementingkan gamelan gender saat melaksanakan upacara Panca Yadnya sebagi penyempurna pelaksanaannya. Ketika diminta oleh Masyarakat untuk magender selalu dilakoninya dengan penuh rasa Lascarya / ikhlas untuk ngayah dan menyama braya, sehingga terkadang sering mengembalikan kembali Sasari / upah yang diberikannya atau mengambilnya sekedarnya.

Disamping menguasai tabuh – tabuh gender, dan juga sebagai undagi yang memahami Asta Kosala Kosali, juga beliau mengusai dan terampil memainkan gamelan Angklung / ngangklung.

Aktifitas sebagai Pragina Gender dan Undagi masih tetap dilakoninya sampai sekarang, serta segala keterampilan menabuh gendernya telah diwariskan kepada anak cucunya bahkan telah sering diajak menabuh gender bersama – sama.